“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham” (Confusius)

Selasa, 11 Desember 2012

Konsep Pembelajaran Sains tinjauan Teoritis

Dalam mempelajari ilmu sains, siswa banyak dikenalkan dengan konsep-konsep yang abstrak (Wiseman, 1981), maka untuk pengungkapan konsep yang abstrak tersebut guru atau dalam buku teks memberikan gambaran atau definisi yang mewakili konsep tersebut. Menurut Ibnu (1989) kadangkala siswa mengidentikkan antara konsep sebenarnya dengan obyek yang dijadikan sebagai gambaran konsep tersebut. Hal ini akan menyulitkan siswa dalam memahami konsep atau bahkan berimplikasi pada salah satu konsep. Di samping abstrak, konsep dalam ilmu sains dapat memiliki arti lebih dari satu arti dan setiap konsep tidak dapat berdiri sendiri seperti pada contoh karakteristik konsep sains. Fenomena ini menunjukkan pentingnya pemahaman konsep yang benar dalam mempelajari konsep-konsep dalam sains. 

Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan yang memungkinkan terbentuknya pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep lain yang berhubungan atau konsep yang lebih kompleks, fakta, hukum, prinsip dan teori-teori dalam sains. Terlebih lagi jika diingat bahwa salah satu karakteristik dari konsep sains adalah adanya saling keterkaitan dan berkembang dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks (Middlecamp dan Kean, 1989:8; Sastrawijaya, 1988:103). Pemahaman suatu konsep yang tidak benar memungkinkan terbentuknya konsep-konsep lain yang berkaitan tidak benar pula. 

Menurut Dahar (1989:79), untuk dapat memecahkan masalah seseorang harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep yang diperolehnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep merupakan batu pembangun berfikir, sehingga pemahaman konsep yang benar menjadi sangat penting untuk dimiliki. Pemahaman konsep yang benar merupakan landasan dalam memahami fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori dalam ilmu kimia secara benar. Selain itu, pemahaman konsep secara benar akan menghasilkan penerapan konsep yang benar sebagai landasan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan iptek yang sangat cepat perkembangannya.


Teori Pembelajaran Konsep Sains 


Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) pribadi yang sedang menekuninya (Graserfield dalam Suparno, 1997). Pengetahuan merupakan bentukan dari seseorang yang sedang menekuninya, bukan sesuatu yang sudah jadi tetapi harus dibentuk dalam pikiran. Proses pembentukan akan terus berjalan setiap kali terjadi reorganisasi karena adanya pemahaman baru. 

Konsep-konsep yang diperoleh oleh siswa untuk dibangun dalam otaknya merupakan suatu pengetahuan yang dibangun dengan mengikuti pola-pola aturan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan pola-pola pemerolehan konsep yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya oleh Bruner, Auseble, Osborne, Wittrock dan Piaget.


Konsep Pembelajaran Sains Berdasarkan Teori Bruner 


Pemerolehan konsep menurut Bruner, menekankan belajar dengan cara penemuan. Pendekatan Bruner tentang belajar penemuan didasarkan pada dua asumsi. Asumsi yang pertama, pemerolehan pengetahuan merupakan suatu proses interakstif dimana individu yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya, tetapi juga pada diri individu itu. Asumsi yang kedua, individu membangun pengetahuannya dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya (Dahar, 1989:119). 

Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi. Bruner beranggapan, bahwa semua interaki-interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori yang dibutuhkan bagi pemungsian manusia. Ringkasnya, bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding). 

Bruner (dalam Dahar, 1989:122) mengemukakan bahwa belajar konsep sebagai proses kognitif melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan meliputi : (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar dengan partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh pengalaman, melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna yang dikenal sebagai belajar penemuan. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, meghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. 

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengathuan yang dipelajari dengan cara yang lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi yang baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.


Konsep Pembelajaran Sains Berdasarkan Teori Ausubel


Pemerolehan konsep menurut Ausubel, menekankan pada belajar bermakna yang merupakan suatu proses belajar dimana informasi dikaitkan pada konsep-konsep relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Konsep yang telah ada dapat berfungsi sebagai pengatur awal untuk menghubungkan dan membantu memahami konsep baru yang diterimanya. Struktur kognitif yang dimiliki siswa dapat berupa bangunan konsep yang saling berkaitan satu sama lain dan dapat pula berupa sekumpulan konsep yang berdiri sendiri. Jenis struktur kognitif ini berhubungan dengan ciri ilmu yang dipelajari serta sumber proses belajar yang diterapkan dalam mempelajari suatu ilmu. Proses pembentukan struktur kognitif yang diharapkan adalah menghasilkan prinsip belajar bermakna. 

Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:134), belajar dapat dikategorikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkannya informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. 

Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisaasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989:134), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept asimilation). Pembentukan konsep merupakan merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum dan setelah anak-anak masuk sekolah yang melibatkan proses-proses psikologis seperti analisis diskriminasi, abstraksi, diferensiasi, pembentukan hipotesis dan pengujian, dan generalisasi. Asimilasi konsep merupakan cara untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah yang diawali dengan penyajian tentang definisi formal dari konsep-konsep itu.


Konsep Pembelajaran Sains Menurut Osborne 


Menurut Osborne dan Wittrock (dalam Pikoli, 2003) pemerolehan konsep juga disebut sebagai hasil belajar generatif, yang merupakan pengembangan dari model belajar bermakna. Ciri utama belajar generatif adalah orang akan cenderung belajar membentuk persepsi dan arti yang konsisten dengan hasil belajar awalnya. Dalam hal ini siswa tidak mengalami pembelajaran di kelas dengan pikiran kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan, dan kemungkinan siswa sudah mendapatkan pengetahuan dari kehidupan sehari-hari atau membaca buku teks atau buku panduan.

Tidak ada komentar: