Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan
bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang
berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003: 60)
Abdurrahman dan Bintoro (2000) dalam
Nurhadi 2003 : 61 menyatakan Pembelajaran
kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen
yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah
adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3)
akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara
pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap coopartive learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
- Saling ketergantungan positif
- Tanggungjawab perseorangan
- Tatap Muka
- Komunikasi antar anggota
- Evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 1999 : 30)
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Usman, 2002 : 30).
Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan timbal balik mereka memotivasi mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan mereka, hubungan kooperatif juga mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya bukan sebaliknya.
Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah :
- Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar
- Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang dan rendah.
- Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda.
- Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim. dkk, 2000 : 6).
Tujuan penting lain dari pembelajaran
kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan
kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di
mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang
saling bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin
beragam (Ibrahim, dkk, 2000 : 9).
Sedangkan menurut Linda Lungren (1994 :
120) dalam (Ibrahim, dkk. 2000 : 18) ada beberapa manfaat pembelajaran
kooperatif bagi siswa dengan prestasi
belajar yang rendah, yaitu:
- Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
- Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
- Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah
- Memperbaiki kehadiran
- Angka putus sekolah menjadi rendah
- Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
- Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
- Konflik antar pribadi berkurang
- Sikap apatis berkurang
- Pemahaman yang lebih mendalam
- Motivasi lebih besar
- Hasil belajar lebih tinggi
- Retensi lebih lama
- Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Jadi, pembelajaran kooperatif mencerminkan
pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif
dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting,
sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan
berpikir logis.
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi
enam tahapan, yaitu :
- Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi
- Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain
- Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
- Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di tempat duduk masing-masin
- Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
- Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa (Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)
Berdasarkan pendapat di atas dapat
dijelaskan bahwa :
- Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi,
Beberapa
aspek dari tujuan dan motivasi
siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang
berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka
dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu
terkait dengan pelajaran sebelumnya.
- Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain,
Menyajikan informasi verbal secara jelas
kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak
akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggarisbawahi suatu
perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.
- Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa
Dalam pembelajaran kooperatif, guru
harus hati-hati dengan cara menilai yang diterapkan di luar sistem penilaian
mingguan yang baru diuraikan di atas. Konsisten dengan konsep struktur
penghargaan kooperatif adalah penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok
dua-duanya hasil akhir dan perilaku kooperatif yang menghasilkan suatu solusi
dilema ini dengan memberikan dua evaluasi bagi siswa, satu untuk upaya kelompok
dan satu untuk setiap sumbangan seseorang individu.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangan, di antara
kelebihannya, yaitu:
- Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain
- Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
- Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya
- Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
- Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
- Membutuhkan waktu yang lama
- Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar