“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham” (Confusius)

Sabtu, 01 Desember 2012

Tutup Kedua Telinga dan Mulutmu dan Buka Pintu Hatimu


Murid : Mengapa saya tidak pernah mendengar suara Tuhan? Padahal saya sangat rajin berdoa.
Guru : Karena kamu terlalu sibuk bicara dan tidak memberikan kesempatan Tuhan bicara.
Murid: Bagaimana mendengar suara Tuhan?
Guru : Tutup kedua telinga dan mulutmu dan buka pintu hatimu.

Dialog imajiner di atas dikutip dari status FB Bpk. Adi W Gunawan, pakar hipnoterapi terkemuka di Indonesia. Dialog ini cukup menggelitik dan mengingatkan saya akan tokoh humanis Sri Sathya Sai Baba.



1354246576860175110Seandainya anda punya anak berusia 2-3 tahun yang lincah dan aktif, di ruang tamu terdapat stop kontak yang mudah terjangkau oleh tangan mungilnya. Kurang lebih anda akan menegur si kecil, “Eh jangan pegang yang itu, ntar digigit loh…” Namun saat si kecil tumbuh besar dan bertambah usianya, barulah Anda menjelaskan apa itu listrik, apa guna dan manfaat, serta bahayanya.

Seandainya penjelasan tentang listrik diberikan pada anak usia 2-3 tahun, akankah dia dapat memahami? Akankah penjelasan anda bermanfaat baginya? Jelas tidak.
Di masa lampau, kita masih diajarkan untuk takut pada Tuhan, seolah Tuhan adalah penguasa tak kenal ampun yang mesti ditakuti. Ribuan tahun yang lalu, ketika jiwa kita belum berkembang, cara berpikir dan pola pendidikan demikian  tentu bermanfaat. Memang pada mulanya manusia perlu dibimbing melalui kehadiran para Nabi dan Rasul, tapi untuk apa?
Untuk memasuki tahap berikutnya yaitu mandiri dan memberdaya diri. Supaya dapat menentukan sikap dan mengambil keputusan dengan kesadaran. Para Nabi hadir untuk mendorong manusia memutar otak dan membuka mata, supaya manusia mendengar dengan hati, bukan dengan telinga.
Namun sayang, nampaknya para Nabi seperti bicara dengan tembok.
Tuhan Mahakasih bersedia memberi manusia apa saja, setiap saat, dan kapan saja. Tetapi manusia belum siap, tidak pernah siap, atau memang malas untuk mempersiapkan diri. Harusnya kita yang mempersiapkan diri, pastikan dulu wadah cawan kita tidak kotor dan tidak bocor. Bahwa wadah cawan kita cukup bersih untuk menerima anugerahnya yang suci.
Jangan-jangan kekacauan dan kesulitan yang kita hadapi di dunia ini bukan karena ujian dan cobaan dari Tuhan. Barangkali memang kita selalu menyia-nyiakan kesempatan untuk menerima pemberianNya yang berharga.

Sumber : Mohammad Haikal

Tidak ada komentar: